KOTA
PAHLAWAN
KOTA PAHLAWAN, adalah
julukan utama Kota Surabaya. Julukan Kota Pahlawan untuk Surabaya itu
dianugerahkan langsung oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.H.Soekarno,
tanggal 10 November 1950. Penganugerahan julukan Kota Pahlawan kepada Surabaya
merupakan wujud sejarah bagaimana Arek-arek Suroboyo mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia yang sudah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Terjadinya berbagai rentetan peristiwa yang mencapai puncaknya dalam
pertempuran heroik 10 November 1945.
Untuk menandai Surabaya
sebagai Kota Pahlawan, Presiden Soekarno juga memancangkan bukti monumental di
kota ini, yakni didirikannya sebuah tugu yang bernama Tugu Pahlawan.
Surabaya memang banyak
julukan dan predikat selain Kota Pahlawan. Surabaya pernah berjuluk kota
Indamardi. Singkatan dari: Industri, Perdagangan, Maritim dan Pendidikan.
Singkatan Indamardi kemudian dipopolarkan lagi menjadi Budi Pamarinda,
kepanjangannya: Budaya, Pendidikan, Pariwisata, Maritim, Industri dan
Perdagangan. Jadi, antara Indamardi dengan Budi Pamarinda sebenarnya sama.
Hanya, penekanan Budaya dan Pariwisata lebih ditonjolkan, sehingga kedudukan
budaya dan pariwisata di Kota Surabaya, sejajar dengan Indamardi.
Selama ini, budaya
hanya dijadikan sebagai bagian dari pendidikan. Masalah budaya di Surabaya
mungkin banyak yang terabaikan, sehingga diperlukan adanya penekanan pada kata
budaya. Adanya penonjolan kata budaya dalam selogan kota ini, maka unsur budaya
perlu digali lebih mendalam dan dikembangkan.
Begitu pula halnya
dengan pariwisata, selama ini dunia usaha kepariwisataan di Surabaya dijadikan
atau dianggap sebagai bagian dari industri, yakni industri jasa kepariwisataan.
Namun, berdasarkan pandangan dan kacamata orang-orang pariwisata, kegiatan
kepariwisataan merupakan disiplin tersendiri yang mencakup berbagai aspek.
Tidak hanya Budaya dan Pariwisata yang
dijadikan pelengkap julukan Kota Surabaya, tetapi juga kata “Garnizun”.
Sehingga pernah pula diusulkan julukan tambahan Surabaya dari Indamardi,
menjadi Indamardi Garpar (Garnizun dan Pariwisata). Pengertian Garnizun,
menyatakan bahwa di Kota Surabaya ini lengkap dengan seluruh kesatuan militer.
Di sini terdapat pangkalan dan kegiatan operasional TNI-Angkatan Darat,
TNI-Angkatan Laut dan TNI-Angkatan Udara, di samping juga Kepolisian.
Surabaya juga berjuluk
kota Adipura Kencana. Julukan yang pernah disandang kota Surabaya pada tahun
1980-an hingga akhir 1990-an. Adipura Kencana adalah sebuah predikat untuk kota
terbersih di Nusantara. Memang, pada tahun 1992, 1993 dan 1995, Surabaya pernah
mendapat anugerah piala ”Adipura Kencana” dari Pemerintah Pusat sebagai Kota
Raya “terbersih”. Sebelum memperoleh Adipura Kencana, Surabaya memperoleh piala
Adipura lima kali berturut-turut tahun 1988, 1989, 1990, 1991 dan 1992. Tetapi,
status Surabaya sebagai kota raya terbersih di Indonesia, sempat sirna dan
merosot tajam. Namun sekarang, predikat itu kembali diraih, bahkan Surabaya
bukan lagi sekedar kota terbersih, tetapi juga kota yang indah dan nyaman
dengan “sejuta taman”. Di mana-mana bersih, hijau dengan taman-taman yang
indah.
Apabila digali
aktivitas yang ada di Kota Surabaya ini, tidak terlepas dari semua julukan itu.
Namun, julukan sebagai “Kota Pahlawan” dinilai paling istimewa. Sebab, tidak
ada kota di Indonesia ini yang dijuluki “Kota Pahlawan”, kendati hampir seluruh
kota di Indonesia mempunyai semangat heroik dan perjuangan kepahlawanan.
Seyogyanya para petinggi di Kota
Pahlawan ini benar-benar menghayati arti dari julukan itu. Pengertian
kepahlawanan di Kota Pahlawan Surabaya ini seharusnya tercermin dalam berbagai
hal. Baik ciri, penampilan yang khas, serta watak dan wujud nyata dari kota
ini. Artinya, saat memasuki Kota Surabaya, kesan pertama bagi orang yang belum
pernah ke Surabaya, adalah nuansa kepahlawanan itu.
Sebenarnya itulah yang
diinginkan oleh Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia,
Soekarno-Hatta. Mereka berdua, sebagai saksi sejarah tentang semangat
kepahlawanan Arek-arek Suroboyo dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di tahun 1945.
Bung Karno juga
terkesan dengan peristiwa perobekan bendera di Hotel Orange atau Hotel Yamato
di Jalan Tunjungan yang dikenal dengan “insiden bendera” tanggal 19 September
1945. Apalagi sejak saat itu, kegiatan perlawanan masyarakat Surabaya terhadap
penjajah dan kaum kolonial semakin hebat dan gigih, maka tak pelak lagi Bung
Karno dan Bung Hatta, langsung datang ke Surabaya. Hingga terjadi puncak
perjuangan Arek Suroboyo, pada tanggal 10 November 1945.
Lima tahun kemudian,
kesan Bung Karno terhadap Surabaya semakin mendalam. Ide pembangunan Tugu
Pahlawan di Kota Surabaya, langsung mendapat perhatian Bung Karno. Untuk
pertama kali di tahun 1950, Bung Karno menetapkan 10 November sebagai “Hari
Pahlawan”. Sekaligus, Surabaya mendapat predikat “Kota Pahlawan”.
Julukan sebagai Kota
Pahlawan, juga dikaitkan dengan sejarah Surabaya. Sewaktu tahun 1293, lebih 700
tahun atau tujuh abad yang silam, Raden Wijaya dari Kerajaan Majapahit berjuang
mengusir Tentara Tartar yang dipimpin Khu Bilai Khan, tidak lepas dari
peranserta rakyat Surabaya yang waktu itu masih bernama Hujunggaluh.
Nah, karena
kepahlawanan sudah menjadi ciri Kota Surabaya, perlu dilakukan koreksi total,
sehingga julukan Kota Pahlawan bagi Surabaya tidak ditelan oleh kehidupan
masyarakat modern. Peninggalan sejarah tentang kepahlawanan Arek Suroboyo ini
patut dilestarikan.
Selain itu, layak pula
Kota Surabaya dijadikan “kamus kepahlawan”. Dengan berjuluk Kota Pahlawan, maka
dunia dapat merujuk arti dan makna kepahlawanan dari Surabaya secara utuh.
Misalnya, jika kita ingin mengetahui siapa-siapa saja Pahlawan Nasional, bahkan
“pahlawan dunia”, nama itu ada di Surabaya.
Museum pahlawan yang
terdapat di Taman Tugu Pahlawan, belum banyak berbicara tentang sejarah
kepahlawanan Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Untuk itu, perlu disempurnakan dan
lebih dilengkapi dengan berbagai koleksi sejarah.
Sepatutnya pula,
nama-nama pahlawan nasional, serta mereka yang berjasa dalam perjuangan dan
mengisi kemerdekaan ini diabadikan di Kota Pahlawan Surabaya. Kita tahu, dari
buku pelajaran sejarah di sekolah, hingga akhir tahun 2006 lalu, sudah tercatat
118 nama Pahlawan Nasional. Namun, baru 29 nama Pahlawan Nasional yang
diabadikan sebagai nama jalan di Kota Surabaya. Seyogyanya nama-nama pahlawan
itu diabadikan selain untuk nama jalan, juga nama taman atau tempat monumental
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar