.

Selasa, 30 Desember 2014

SURABAYA KOTA PAHLAWAN


KOTA PAHLAWAN


KOTA PAHLAWAN, adalah julukan utama Kota Surabaya. Julukan Kota Pahlawan untuk Surabaya itu dianugerahkan langsung oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.H.Soekarno, tanggal 10 November 1950. Penganugerahan julukan Kota Pahlawan kepada Surabaya merupakan wujud sejarah bagaimana Arek-arek Suroboyo mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Terjadinya berbagai rentetan peristiwa yang mencapai puncaknya dalam pertempuran heroik 10 November 1945.
Untuk menandai Surabaya sebagai Kota Pahlawan, Presiden Soekarno juga memancangkan bukti monumental di kota ini, yakni didirikannya sebuah tugu yang bernama Tugu Pahlawan.
Surabaya memang banyak julukan dan predikat selain Kota Pahlawan. Surabaya pernah berjuluk kota Indamardi. Singkatan dari: Industri, Perdagangan, Maritim dan Pendidikan. Singkatan Indamardi kemudian dipopolarkan lagi menjadi Budi Pamarinda, kepanjangannya: Budaya, Pendidikan, Pariwisata, Maritim, Industri dan Perdagangan. Jadi, antara Indamardi dengan Budi Pamarinda sebenarnya sama. Hanya, penekanan Budaya dan Pariwisata lebih ditonjolkan, sehingga kedudukan budaya dan pariwisata di Kota Surabaya, sejajar dengan Indamardi.
Selama ini, budaya hanya dijadikan sebagai bagian dari pendidikan. Masalah budaya di Surabaya mungkin banyak yang terabaikan, sehingga diperlukan adanya penekanan pada kata budaya. Adanya penonjolan kata budaya dalam selogan kota ini, maka unsur budaya perlu digali lebih mendalam dan dikembangkan.
Begitu pula halnya dengan pariwisata, selama ini dunia usaha kepariwisataan di Surabaya dijadikan atau dianggap sebagai bagian dari industri, yakni industri jasa kepariwisataan. Namun, berdasarkan pandangan dan kacamata orang-orang pariwisata, kegiatan kepariwisataan merupakan disiplin tersendiri yang mencakup berbagai aspek.
Tidak hanya Budaya dan Pariwisata yang dijadikan pelengkap julukan Kota Surabaya, tetapi juga kata “Garnizun”. Sehingga pernah pula diusulkan julukan tambahan Surabaya dari Indamardi, menjadi Indamardi Garpar (Garnizun dan Pariwisata). Pengertian Garnizun, menyatakan bahwa di Kota Surabaya ini lengkap dengan seluruh kesatuan militer. Di sini terdapat pangkalan dan kegiatan operasional TNI-Angkatan Darat, TNI-Angkatan Laut dan TNI-Angkatan Udara, di samping juga Kepolisian.
Surabaya juga berjuluk kota Adipura Kencana. Julukan yang pernah disandang kota Surabaya pada tahun 1980-an hingga akhir 1990-an. Adipura Kencana adalah sebuah predikat untuk kota terbersih di Nusantara. Memang, pada tahun 1992, 1993 dan 1995, Surabaya pernah mendapat anugerah piala ”Adipura Kencana” dari Pemerintah Pusat sebagai Kota Raya “terbersih”. Sebelum memperoleh Adipura Kencana, Surabaya memperoleh piala Adipura lima kali berturut-turut tahun 1988, 1989, 1990, 1991 dan 1992. Tetapi, status Surabaya sebagai kota raya terbersih di Indonesia, sempat sirna dan merosot tajam. Namun sekarang, predikat itu kembali diraih, bahkan Surabaya bukan lagi sekedar kota terbersih, tetapi juga kota yang indah dan nyaman dengan “sejuta taman”. Di mana-mana bersih, hijau dengan taman-taman yang indah.
Apabila digali aktivitas yang ada di Kota Surabaya ini, tidak terlepas dari semua julukan itu. Namun, julukan sebagai “Kota Pahlawan” dinilai paling istimewa. Sebab, tidak ada kota di Indonesia ini yang dijuluki “Kota Pahlawan”, kendati hampir seluruh kota di Indonesia mempunyai semangat heroik dan perjuangan kepahlawanan.
Seyogyanya para petinggi di Kota Pahlawan ini benar-benar menghayati arti dari julukan itu. Pengertian kepahlawanan di Kota Pahlawan Surabaya ini seharusnya tercermin dalam berbagai hal. Baik ciri, penampilan yang khas, serta watak dan wujud nyata dari kota ini. Artinya, saat memasuki Kota Surabaya, kesan pertama bagi orang yang belum pernah ke Surabaya, adalah nuansa kepahlawanan itu.
Sebenarnya itulah yang diinginkan oleh Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno-Hatta. Mereka berdua, sebagai saksi sejarah tentang semangat kepahlawanan Arek-arek Suroboyo dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Bung Karno juga terkesan dengan peristiwa perobekan bendera di Hotel Orange atau Hotel Yamato di Jalan Tunjungan yang dikenal dengan “insiden bendera” tanggal 19 September 1945. Apalagi sejak saat itu, kegiatan perlawanan masyarakat Surabaya terhadap penjajah dan kaum kolonial semakin hebat dan gigih, maka tak pelak lagi Bung Karno dan Bung Hatta, langsung datang ke Surabaya. Hingga terjadi puncak perjuangan Arek Suroboyo, pada tanggal 10 November 1945.
Lima tahun kemudian, kesan Bung Karno terhadap Surabaya semakin mendalam. Ide pembangunan Tugu Pahlawan di Kota Surabaya, langsung mendapat perhatian Bung Karno. Untuk pertama kali di tahun 1950, Bung Karno menetapkan 10 November sebagai “Hari Pahlawan”. Sekaligus, Surabaya mendapat predikat “Kota Pahlawan”.
Julukan sebagai Kota Pahlawan, juga dikaitkan dengan sejarah Surabaya. Sewaktu tahun 1293, lebih 700 tahun atau tujuh abad yang silam, Raden Wijaya dari Kerajaan Majapahit berjuang mengusir Tentara Tartar yang dipimpin Khu Bilai Khan, tidak lepas dari peranserta rakyat Surabaya yang waktu itu masih bernama Hujunggaluh.
Nah, karena kepahlawanan sudah menjadi ciri Kota Surabaya, perlu dilakukan koreksi total, sehingga julukan Kota Pahlawan bagi Surabaya tidak ditelan oleh kehidupan masyarakat modern. Peninggalan sejarah tentang kepahlawanan Arek Suroboyo ini patut dilestarikan.
Selain itu, layak pula Kota Surabaya dijadikan “kamus kepahlawan”. Dengan berjuluk Kota Pahlawan, maka dunia dapat merujuk arti dan makna kepahlawanan dari Surabaya secara utuh. Misalnya, jika kita ingin mengetahui siapa-siapa saja Pahlawan Nasional, bahkan “pahlawan dunia”, nama itu ada di Surabaya.
Museum pahlawan yang terdapat di Taman Tugu Pahlawan, belum banyak berbicara tentang sejarah kepahlawanan Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Untuk itu, perlu disempurnakan dan lebih dilengkapi dengan berbagai koleksi sejarah.
Sepatutnya pula, nama-nama pahlawan nasional, serta mereka yang berjasa dalam perjuangan dan mengisi kemerdekaan ini diabadikan di Kota Pahlawan Surabaya. Kita tahu, dari buku pelajaran sejarah di sekolah, hingga akhir tahun 2006 lalu, sudah tercatat 118 nama Pahlawan Nasional. Namun, baru 29 nama Pahlawan Nasional yang diabadikan sebagai nama jalan di Kota Surabaya. Seyogyanya nama-nama pahlawan itu diabadikan selain untuk nama jalan, juga nama taman atau tempat monumental lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar